Senin, 30 Agustus 2010

Marketing Revolution

Anda pasti mengenal tokoh ilmu marketing Tung Dasem Waringin, salah satu bukunya yang terkenal adalah Marketing Revolution.

Dalam artikel ini akan ditulis tentang 7 Hukum Psikologi dalam Marketing Revolution dari Tung Dasem Waringin.

Hukum Psikologis Mahal = Bagus
Ada cerita tentang toko permata yang buka di beberapa Bandara. Hingga suatu waktu, toko-toko permata tersebut jualannya tidak laku. Ini mengakibatkan si pemilik menjadi frustrasi dan berniat menutup toko-toko permatanya. Namun sebelum ditutup, dia mengirim SMS kepada karyawannya yang menjaga di setiap toko, “Tolong harganya dibuat 1/2” maksud dari isi SMS tersebut adalah semua harga dipotong 50 persen.
Ternyata dari lima toko, empat toko tambah sepi, tapi ada satu yang malah jadi ramai dan kabarnya laris. Si pemilik penasaran dan langsung telepon untuk bertanya, ”Kok Anda laris? Apa sih bedanya dengan toko yang lain?” Si Penjaga Toko menjawab, ”Tidak ada yang beda, sama dengan strategi yang Bapak perintahkan. Sekarang saya buat harga satu menjadi dua, jadi sekarang semua harganya 2x lipat.”
Ternyata kesalahpahaman penjaga toko permata tadi malah menjadikan permatanya laku. Apa pelajarannya dari kejadian tersebut? Kesan manusia secara alam atau secara psikologis, sebelum kita melihat barangnya, secara normal barang yang lebih mahal biasanya kita anggap lebih bagus.
Lalu, bagaimana penggunaan hukum ini dalam kehidupan sehari- hari? Ketika kita punya suatu produk, ada satu produk yang harganya kita buat sangat mahal sehingga produk tersebut dianggap bagus.Apabila waktu tidak laku, kita bisa memberikan program diskon dengan tetap memberikan image mahal = bagus.

Hukum Psikologis Timbal Balik
Sebagai contoh, Budi dari panti asuhan sedang bertemu seorang ibu untuk dimintai sumbangan. Cara pertama: Budi: “Selamat pagi bu, saya Budi dari panti asuhan. Kami menjual sticker, ada yang berharga Rp100 ribu, ada yang Rp20 ribu, ada juga yang harganya Rp5.000. Silakan ibu mau beli yang mana?” Cara kedua: Budi: “Selamat pagi bu, saya Budi dari panti asuhan.
Kami menjual sticker, ada yang berharga Rp100 ribu, ada yang Rp20 ribu, ada juga yang harganya Rp5.000. Silakan dilihat-lihat dulu.” Budi: “Kebetulan tadi saya haus, jadi saya beli air mineral, sekalian saya belikan buat ibu, diterima ya Bu?” Pelajarannya, survei membuktikan begitu si ibu menerima air mineral dan sama-sama minum, sumbangannya naik 3x lipat. Satu hukum timbal balik ini dalam penjualan sangat powerful sekali. Saking powerful-nya tidak bisa ditolak.
Karena alam bawah sadar manusia, ketika sudah menerima sesuatu dari orang lain, ada keinginan untuk memberi sesuatu kepada orang yang sudah memberi tersebut. Contoh lain: Seorang penjual asuransi yang dengan baik hati memberi hadiah ulang tahun kepada saya dan kepada istri saya waktu melahirkan anak ketiga. Ketika akhir tahun, orangnya datang menemui saya. Dia bercerita kalau akhir tahun biasanya dia sedang keliling dunia. Namun, tahun ini tidak bisa karena target MDRT (million dollar round table) belum tercapai, kurang sedikit.
Kemudian dia minta bantuan dan tanpa sadar saya bilang “Ya”. Akhirnya saya membeli asuransi baru padahal asuransi tersebut saya tidak perlu-perlu banget, karena saya sudah punya delapan asuransi. Ilmu ini berbahaya, tidak boleh digunakan untuk menjual sesuatu hal yang tidak bermanfaat karena ilmu ini begitu powerful-nya.
Negara yang peringkat korupsinya paling sedikit di dunia, biasanya mempunyai aturan bahwa kepala pemerintahan dan aparat pemerintah tidak diperkenankan menerima hadiah lebih dari jumlah tertentu. Jika dia menerima hadiah maka dia harus men-declare hadiah tersebut ke publik.

Hukum Psikologis Ikut-ikutan
Ada sebuah kartun, gambar pertama ada satu orang lihat ke atas. Gambar kartun kedua ada lima orang lihat ke atas di lantai dua, ada satu orang lihat ke bawah. Di gambar ketiga, ada 20 orang lihat ke atas dan satu orang di lantai dua ikut-ikutan lihat ke atas. Ternyata di gambar ketiga ini ada gambar malaikat sedang terbang di langit lengkap dengan sayap dan lingkaran suci di kepala sedang melihat ke bawah.
Di gambar keempat ada 50 orang lihat ke atas dan lima orang di lantai dua melihat ke atas, dan malaikatnya pun ikut-ikutan lihat ke atas. Pernyataannya adalah malaikat pun kena. Apalagi manusia! Bila ada dua buah rumah makan bersebelahan, yang satu ramai yang satu lagi sepi, Anda pilih yang mana? Nah, Anda ikut kena kan? Pertanyaannya apakah yang ramai lebih enak daripada yang sepi? Belum tentu.

Hukum Psikologis Perbandingan
Di dunia tidak ada yang mahal tidak ada yang murah, tidak ada yang besar tidak ada yang kecil, tidak ada yang berat tidak ada yang ringan, semua ada ketika orang membandingkan. Contoh: Ada seorang sukarelawan meminta orang untuk menemani anak-anak yatim piatu pergi selama dua jam ke kebun binatang. Hasilnya hanya 17 persen yang mau atau 83 persen yang menolak.
Namun, ketika cara bertanyanya menggunakan hukum psikologis perbandingan ini, yaitu dengan meminta yang berat terlebih dahulu. Sukarelawan: “Maukah Bapak/ Ibu menemani anak-anak yatim piatu seminggu dua jam, selama minimum dua tahun berturut-turut, 104 minggu berturut-turut?” Bapak/Ibu: Maaf, tidak bisa! (tentu saja tidak ada yang mau).
Sukarelawan : “Oh, kalau Bapak/Ibu tidak ada waktu, semisalnya kalau sekali saja selama 2 jam untuk menemani anak-anak yatim piatu ke Kebun Binatang, apakah Bapak/Ibu mau?” Jawabannya 50 persen mau. (Penelitian dilakukan oleh Robert Cialdini tahun 1975). Penelitian lebih lanjut menunjukan apakah dengan teknik ini orang merasa menjadi korban sehingga menolak permintaan selanjutnya? Ternyata tidak, penelitiannya adalah sebagai berikut: Targetnya adalah mahasiswa di mana masing-masing diminta untuk memberikan satu pint kurang lebih 500 ml (kantong) darah.
Dalam rangka menyumbang darah tahunan di sebuah kampus. grup I mahasiswa ditanya dengan menggunakan hukum perbandingan: Pertanyaan pertama: “Maukah Anda menyumbang satu pint darah selama enam minggu selama minimum tiga tahun?” Jawabannya: Menolak. Pertanyaan kedua: “Maukah Anda menyumbang satu pint untuk sekali saja?” Jawabannya: “Mau”.
Grup II ditanya langsung dengan model pertanyaan kedua yaitu “Maukah Anda menyumbang satu pint untuk sekali saja?” Setelah dua grup tersebut menyumbang darah, mereka ditanya apakah berkenan memberi nomor telepon sehingga bila ada acara donor darah lagi mereka bisa diundang. Ternyata grup I yang diundang dengan hukum perbandingan, mereka 84 persen setuju.
Sedangkan grup II yang diundang langsung tanpa hukum perbandingan hanya 43 persen yang setuju untuk memberikan nomor telepon. Kesimpulannya walaupun untuk kepentingan penjualan selanjutnya hukum perbandingan ini tetap dahsyat. Sementara empat hukum dulu yang kita bahas, sisanya yang tiga hukum akan kita bahas pada kesempatan berikutnya. Semoga Bermanfaat.

Sumber : www.republika.co.id